1
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keyakinan Terhadap Hari Akhir dalam Ajaran Islam: Hari Akhir Pasti Kulalui

Keyakinan Terhadap Hari Akhir dalam Ajaran Islam: Hari Akhir Pasti Kulalui

Dalam ajaran Islam, keyakinan terhadap Hari Akhir atau Yaum al-Qiyamah adalah salah satu pilar utama yang membentuk landasan iman dan perilaku umat Muslim. Hari Akhir merupakan momen penting di mana seluruh manusia akan dihidupkan kembali oleh Allah untuk diadili berdasarkan perbuatan mereka selama hidup di dunia. Keyakinan ini memberikan makna mendalam dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak umat Muslim untuk merenung tentang akhirat serta mempersiapkan diri secara rohaniah. Saudaraku seislam yang semoga selalu mendapatkan rahmat dan taufik Allah Ta’ala-. Di antara rukun iman yang wajib diimani oleh seorang muslim adalah beriman kepada hari Akhir. Disebut hari akhir karena tidak ada lagi hari sesudahnya. Setiap manusia akan menghadapi lima tahapan kehidupan yaitu mulai dari [1] sesuatu yang tidak ada, kemudian [2] berada dalam kandungan, kemudian [3] berada di alam dunia, kemudian [4] memasuki alam barzakh (alam kubur) dan terakhir [5] memasuki kehidupan akhirat. Dan hari akhir inilah tahapan akhir kehidupan manusia. (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Ibnu Utsaimin, 352)

Hari Akhir adalah konsep sentral dalam Islam yang mengacu pada saat di mana seluruh ciptaan Allah, termasuk manusia, akan dihidupkan kembali setelah kematian mereka. Ini adalah saat di mana semua individu akan diadili secara adil dan berdasarkan amal perbuatan mereka. Konsep ini mencerminkan keadilan absolut Allah sebagai Sang Pencipta dan Hakim Semesta.



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Aqidah Wasithiyah mengatakan bahwa bentuk keimanan kepada hari akhir adalah beriman mengenai perkara-perkara setelah kematian sebagaimana yang telah diberitakan oleh Nabi Muhammad SAW. Keimanan ini mencakup keimanan kepada cobaan (pertanyaan) di alam kubur, adzab dan nikmat kubur, hari berbangkit dan dikumpulkannya manusia di padang mahsyar, penimbangan amalan, pembukaan catatan amal, hisab (perhitungan), Al Haudh (telaga Nabi Muhammad SAW), Shiroth (jembatan), syafa’at, surga dan neraka. (Lihat Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Yazid bin Abdil Qodir Jawas, 176) Pada kesempatan kali ini kita akan membahas sebagian dari keimanan di atas. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

Keimanan terhadap Hari Berbangkit

Keimanan terhadap Hari Berbangkit (Yaum al-Qiyamah atau Hari Kiamat) merupakan salah satu prinsip fundamental dalam ajaran Islam. Hari Berbangkit adalah hari di mana seluruh manusia akan dihidupkan kembali setelah kematian mereka, dan mereka akan diadili oleh Allah atas segala perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Keyakinan ini mencerminkan konsep akhirat, keadilan mutlak, dan pertanggungjawaban atas tindakan dan niat manusia.

Saudaraku, setelah sangkakala ditiup dengan tiupan pertama, maka semua yang berada di langit dan di bumi akan mati kecuali yang dikehendaki Allah SWT. Lalu disusul dengan tiupan yang kedua, maka manusia akan segera bangkit untuk menunggu keputusannya masing-masing. Itulah hari berbangkit. Kebangkitan adalah kebenaran yang pasti, kebenaran yang ditunjukkan oleh Al-Kitab, As-Sunnah dan berdasarkan kesepakatan umat Islam. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat”. (QS. Al-Mu’minun [23] : 15-16).

Keimanan terhadap Hari Berbangkit memberikan makna mendalam bagi kehidupan umat Muslim. Keyakinan ini mendorong individu untuk hidup bertanggung jawab, melakukan amal baik, dan menjaga akhlak yang baik. Hal ini juga mengingatkan manusia bahwa dunia ini hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan yang sebenarnya. Oleh karena itu, persiapan rohaniah menjadi sangat penting agar seseorang siap menghadapi perhitungan terakhir di hadapan Allah SWT.

Orang yang bertakwa yang mentauhidkan, mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya akan dikumpulkan sebagai tamu terhormat, sedangkan orang yang durhaga karena berbuat syirik dan maksiat akan digiring dalam keadaan kehausan seperti hewan ternak. Allah SWT berfirman (yang artinya),”(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai utusan terhormat dan Kami akan menggiring orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam [19] : 85-86). Sufyan Ats Tsauri mengatakan mereka (orang beriman) akan datang dengan mengendarai unta betina semoga Allah SWT memudahkan kondisi kita kelak seperti ini-. (Lihat Ma’arijul Qobul, II/186 dan Aysarut Tafasir, 741)

Perhatikanlah kondisi manusia tatkala hari dikumpulkannya mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dihimpun menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang (tidak berpakaian) dan tidak disunat (dikhitan)”. (HR. Bukhari & Muslim). Urusan pada hari itu sangat menyibukkan dan tidak mungkin satu sama lain saling memandang aurat yang lainnya. Aisyah radhiyallahu ‘anha tatkala mendengar sabda Nabi ini, dia mengatakan,”Ya Rasulullah, apakah kami satu sama lain saling memandangi aurat?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan firman Allah Ta’ala (yang artinya),”Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa [80] : 37) (HR. Tirmidzi, hasan shohih. Lihat Ma’arijul Qobul II/185)

Keimanan terhadap Adanya Hisab (Perhitungan)

Hisab adalah diperlihatkannya amalan manusia oleh Allah SWT. Hal ini adalah suatu yang pasti dan tidak boleh diingkari. Dalam Islam, "hisaab" merujuk pada proses perhitungan atau penghitungan amal seseorang pada Hari Kiamat. Setiap individu akan dihisab (dihitung) oleh Allah SWT berdasarkan amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Proses hisaab ini akan menentukan nasib akhirat seseorang, apakah mereka akan masuk Surga atau Neraka. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya kepada Kamilah mereka kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka” (QS. Al Ghasyiyah [88]: 25-26).

Bagaimana seorang mukmin dihisab?

Proses hisaab ini mengacu pada beberapa konsep penting dalam Islam:

1. Buku Amal (Kitab al-Amal): Allah SWT akan membuka catatan atau buku yang berisi semua amal perbuatan seseorang selama hidup di dunia. Amal perbuatan ini dicatat oleh para malaikat yang selalu mendampingi manusia.

Ingatlah! Setiap perbuatan dan tingkah laku kita hingga yang remeh sekalipun akan dicatat pada kitab amalan. Allah SWT berfirman (yang artinya),”Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun juga. (QS. Al Kahfi [18] :49).

Kitab tersebut akan memuat amalan kebaikan dan kejelekan yang telah kita lakukan di dunia. Kitab tersebut akan diambil di sisi kanan dan kiri. Maka sungguh beruntung orang mukmin yang mendapat kitab tersebut dengan tangan kanannya dan dia akan sangat berbahagia. Dan sangat merugilah orang kafir yang mendapatkan catatan amalnya dengan tangan kirinya dan dia akan celaka. Setiap orang bersama dengan amalan dan kitab amalannya akan ditimbang di suatu mizan (timbangan) yang memiliki dua daun timbangan. “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (QS. Al Qari’ah [101] : 6-9)

2. Timbangan Amal (Mizan): Dalam proses hisaab, amal perbuatan seseorang akan ditimbang dengan timbangan amal. Amal baik akan diberi nilai positif, sementara amal buruk akan diberi nilai negatif. Konsep ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara kebaikan dan keburukan dalam hidup seseorang.

Allah SWT akan bersendirian dengan seorang mukmin tanpa seorang pun yang melihatnya. Allah SWT akan membuatnya mengakui dosa-dosanya dengan mengatakan kepadanya : “Engkau telah melakukan demikian dan demikian … ” sehingga dia mengakui dan mengenal dosa-dosanya itu. Kemudian Allah SWT katakan,”Aku tutup dosamu di dunia dan Aku mengampunimu hari ini.” Lalu bagaimana dengan orang-orang kafir? Orang-orang kafir, mereka tidak akan dihisab (diperhitungkan) sebagaimana orang yang ditimbang kebaikan dan kejelakannya karena kebaikan orang kafir tidak teranggap. (Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, 383)

3. Hasil Perhitungan: Setelah timbangan amal digunakan, hasil dari perhitungan tersebut akan menentukan nasib seseorang. Jika amal baik lebih berat, maka individu tersebut akan mendapatkan balasan yang baik, yaitu masuk Surga. Namun, jika amal buruk lebih berat, mereka akan mendapatkan hukuman, yaitu masuk Neraka.

4. Rahmat Allah SWT: Meskipun hisaab adalah proses perhitungan yang serius, konsep rahmat Allah SWT sangat penting dalam Islam. Allah SWT adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, dan Dia dapat memberikan ampunan kepada siapa pun yang bertaubat dengan tulus sebelum ajal mereka tiba.

5. Intensi dan Niat: Selain amal perbuatan yang tampak, niat dan motivasi di balik tindakan juga penting dalam hisaab. Tindakan yang baik yang dilakukan dengan niat tulus dan mengharapkan keridhaan Allah SWT memiliki bobot yang lebih besar.

Dalam Islam, keyakinan terhadap hisaab menjadi faktor penting yang mendorong individu untuk melakukan amal baik, berusaha menjauhi dosa, dan selalu introspektif terhadap perbuatan dan niat mereka. Pengertian tentang hisaab juga mengingatkan umat Muslim akan akhirat dan perlunya persiapan rohaniah untuk menghadapi perhitungan terakhir di hadapan Allah SWT.

Keimanan terhadap Surga dan Neraka

Keimanan terhadap Surga (Jannah) dan Neraka (Jahannam) merupakan salah satu aspek fundamental dalam ajaran Islam. Surga dan Neraka dalam Islam dianggap sebagai tempat akhir bagi manusia setelah kematian, di mana mereka akan memperoleh balasan atas perbuatan-perbuatan mereka selama hidup di dunia. Pandangan mengenai Surga dan Neraka mencerminkan konsep keadilan dan akhirat dalam keyakinan Islam.

Barangsiapa yang berhasil selamat melewati shiroth ini maka dia akan bisa masuk surga. Dan yang pertama kali meminta dibukakan pintu surga adalah Nabi kita Muhammad SAW dan tidak ada yang masuk ke surga sebelum beliau (HR. Muslim). Dan umat yang pertama kali akan memasuki surga adalah umat Nabi Muhammad SAW.

Surga (Jannah):

Surga dalam Islam dijelaskan sebagai tempat kebahagiaan dan kenikmatan yang tak terbayangkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh di dunia. Di dalam Al-Quran dan Hadis, Surga digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan kenikmatan, keindahan, dan kebahagiaan yang abadi. Para penghuni Surga akan menikmati berbagai macam nikmat dan kenikmatan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Namun, masuk Surga tidak hanya ditentukan oleh perbuatan baik semata, tetapi juga oleh rahmat dan karunia Allah.

Neraka (Jahannam):

Neraka dalam Islam adalah tempat siksaan dan penderitaan bagi mereka yang telah melakukan perbuatan dosa dan maksiat tanpa bertaubat. Neraka digambarkan sebagai tempat yang mengerikan, penuh dengan siksaan yang tidak terbayangkan. Akan tetapi, konsep ini juga menekankan pentingnya tobat dan perubahan perilaku untuk menghindari siksaan Neraka. Dalam Islam, Allah dianggap Maha Pengampun dan Maha Penyayang, dan Dia memberi kesempatan kepada setiap manusia untuk bertaubat sebelum datangnya akhirat.

Keimanan terhadap Surga dan Neraka adalah salah satu bagian penting dari ajaran Islam. Keyakinan ini mempengaruhi tindakan dan perilaku sehari-hari umat Muslim, karena mereka diharapkan hidup sesuai dengan ajaran agama dan berusaha untuk meraih Surga serta menghindari siksaan Neraka. Selain itu, konsep Surga dan Neraka juga menjadi pengingat tentang akhirat dan pentingnya mempersiapkan diri secara spiritual untuk menghadapi pengadilan terakhir di hadapan Allah.

Sebelum kita memasuki surga atau neraka, manusia harus melewati Shiroth yaitu jembatan yang dibentangkan di atas neraka jahannam yang akan dilewati semua ummat manusia. Orang beriman akan berjalan melalui shiroth sesuai dengan amalan perbuatan mereka sedangkan orang kafir akan langsung masuk dalam neraka tanpa melewati shiroth. Di antara mereka ada yang berjalan dalam sekejap mata, ada yang lewat dalam secepat kilat, ada yang bisa secepat hembusan angin, ada pula yang berjalan seperti secepat kuda, ada pula yang berjalan seperti cepatnya penunggang unta, ada yang dengan berlari biasa, ada yang dengan berjalan santai biasa, ada yang kesulitan dengan merangkak, dan ada pula yang terjatuh dalam neraka dalam perjalan, na’udzu billah. Berjalan di jembatan shiroth tersebut bukanlah ikhtiyar (usaha) manusia.

Seandainya hal itu merupakan usaha mereka, tentu mereka akan berjalan melewati shiroth dengan cepat. Akan tetapi mereka hanya bisa melewatinya tergantung dari amalannya di dunia. Barangsiapa yang bersegera melakukan amalan sesuai dengan petunjuk Rasul, maka dia akan semakin cepat dalam melewati shiroth. Sebaliknya barangsiapa yang semakin lambat dalam melakukan amalan, maka dia akan semakin lambat pula dalam melewati shiroth. Ingatlah ‘al jaza’ min jinsil ‘amal’ (Balasan itu tergantung dari amal perbuatan)! (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, 386-387)

Lalu apakah surga dan neraka saat ini sudah ada?

Menurut aqidah yang benar, surga dan neraka saat ini sudah ada sebagaimana firman Allah SWT (yang artinya),”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran [3] : 133) dan firman Allah SWT yang artinya,”Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang telah disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (QS. Ali Imran [3] : 131) Lihatlah bagaimana indahnya surga yang tidak bisa dibayangkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah SWT berfirman,”Surga itu disediakan bagi orang-orang sholih, kenikmatan di dalamnya tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pula pernah terlintas dalam hati. Maka bacalah jika kalian menghendaki firman Allah SWT (yang artinya),”Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah [32] : 17) (HR. Bukhari & Muslim)

Dan lihatlah dahsyatnya neraka sebagaimana Nabi Muhammad SAW sabdakan,”Panas api kalian di dunia hanya 1/70 bagian dari panas api jahannam.” (HR. Bukhari). Subhanallah!! Berarti sangat dahsyat sekali siksaan di dalamnya. Saudaraku, ingatlah akan hari di mana kita akan dikembalikan kepada Dzat yang telah menciptakan kita, hari di mana semua perbuatan kita akan dihisab.

Maka renungkanlah perkataan sahabat Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, ”Sesungguhnya hari ini adalah hari beramal dan bukanlah hari hisab (perhitungan), sedangkan besok (di akhirat, pen) adalah hari hisab (perhitungan) dan bukanlah hari beramal lagi.” (HR. Bukhari secara mu’allaq, Ma’arijul Qobul II/106)

Ya Allah SWT, kami meminta kepada Engkau surga dan amalan yang akan mengantarkan kami kepadanya. Dan kami berlindung kepada Engkau (Ya Allah SWT) dari neraka dan amalan yang akan mengantarkan kami kepadanya. Dan kami memohon kepada-Mu agar menjadikan setiap apa yang Engkau takdirkan bagi kami adalah baik. Amin Ya Mujibbad Da’awat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shollallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Kesimpulan:

Dalam ajaran Islam, keimanan terhadap Hari Akhir memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk landasan iman dan perilaku umat Muslim. Keyakinan ini memberikan makna mendalam dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak umat Muslim untuk merenung tentang akhirat serta mempersiapkan diri secara rohaniah. Hari Akhir adalah saat di mana semua manusia akan dihidupkan kembali oleh Allah SWT untuk diadili berdasarkan perbuatan mereka selama hidup di dunia.

Dalam proses hisab (perhitungan), amal perbuatan manusia akan dihitung dan ditimbang dengan timbangan amal. Ini akan menentukan nasib seseorang, apakah masuk Surga atau menerima hukuman di Neraka. Selain itu, keyakinan terhadap Surga dan Neraka mengingatkan umat Muslim akan akhirat, keadilan Allah SWT, serta pentingnya persiapan rohaniah dan perbuatan baik.

Surga (Jannah) dijelaskan sebagai tempat kenikmatan dan kebahagiaan yang tak terbayangkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Neraka (Jahannam) adalah tempat siksaan bagi mereka yang berbuat dosa dan maksiat. Meskipun konsep ini menekankan akibat buruk bagi perbuatan dosa, Allah SWT dianggap sebagai Maha Pengampun dan memberikan kesempatan untuk bertaubat sebelum datangnya akhirat.

Sebagai umat Muslim, penting untuk memahami dan mengamalkan keyakinan terhadap Hari Akhir, hisab, Surga, dan Neraka. Keyakinan ini tidak hanya membimbing dalam menjalani kehidupan dengan etika dan moral yang baik, tetapi juga mendorong untuk senantiasa berusaha memperbaiki diri, menjauhi dosa, dan memperbanyak amal soleh. Dengan demikian, umat Muslim dapat menghadapi akhirat dengan keyakinan yang kuat dan harapan akan rahmat Allah SWT SWT.

Ihya Umas
Ihya Umas Just Share Informations Islami, Technology, News Healthy and Other Info All For Free. Im Just Want Amal And Barokah Aamiin Ya Allah Ya Rabbal Alamiin..

Posting Komentar untuk "Keyakinan Terhadap Hari Akhir dalam Ajaran Islam: Hari Akhir Pasti Kulalui"